Pendidikan dan Mitigasi Bencana Alam Pelajaran Berharga dari Aceh
Diposting oleh
tri
Rabu, 26 Oktober 2011 at 21.35
0
komentar
Labels :
Puluhan ribu anggauta masyarakat tak berdaya yang tinggal disepanjang pantai barat Aceh dan Sumatera Utara direnggut hidupnya oleh si pembunuh massal yang bernama Tsunami. Diantara mereka yang mati, hilang tak tentu rimbanya, luka parah dan putus asa, adalah anak-anak yang tak berdosa, generasi penerus dan anak didik yang diharapkan dimasa datang dapat menjadi pilar-pilar keluarga, masyarakat dan negara.
Kiita tidak akan bisa menyalahkan 'Tsunami' si pembunuh berdarah dingin yang tidak pandang bulu dalam menentukan korbannya. Karena si Tsunami adalah bagian dari fenemona alam yang tidak mungkin dapat dihindari kedatangannya, diundur kemunculuannya dan diredakan kemarahannya oleh manusia biasa seperti kita ini.
Kalau kita tidak boleh menyalahkan si Tsunami sebagai pembuat ulah penyebab dari kematian dan kehilangan yang sangat besar dari sebagian keluarga kita, lalu siapa yang harus kita salahkan?. Siapa lagi kalau bukan sekelompok birokrat di pusat, di propinsi, di kabupaten, di kecamatan yang seharusnya dapat melindungi, mendidik, mengajari, membimbing seluruh anggauta masyarakat. Khususnya mereka yang hidup atau tinggal di sepanjang garis pantai di seluruh Indonesia.
Dalam wacana ilmu Disaster Preparedness atau Manajemen Bencana Alam, bagi Negara kita hidupnya dikelilingi oleh sejumlah ancaman bencana alam, mulai dari bahaya Letusan Gunung Api, Banjir, Kebakaran Hutan sampai kepada Gempa Bumi, yang dapat memicu timbulnya Tsunami. Sudah semestinya masyarakat kita dibekali dengan pengetahuan tentang bahaya-bahaya bencana alam tersebut diatas, mulai dari anak-anak bersekolah di TK, SD dan selanjutnya, bahkan seluruh anggauta masyarakat umum yang terkait, seperti keluarga nelayan dll.
Kita lantas patut kecewa berat, kalau kedatangan si pembunuh tsunami bisa dengan seenaknya mencabuti nyawa keluarga kita. Hanya karena mereka tidak tahu sama sekali kalau surutnya air laut dibibir pantai dengan cepat sebenarnya adalah ancaman dari datangnya bahaya gulungan tsunami yang sangat dahsyat. Petunjuk semacam ini, bisa ditemui dalam buku-buku anak sekolah dasar di beberapa Negara maju diseputar Samudra Pasifik. Bahkan masyarakat umum disana sudah mengenal betul karakteristik dari sejumlah ancaman Bencana yang rawan terjadi dilingkungan kehidupan mereka. Karena pemerintah sangat aktif memberi informasi Pra-Bencana melalui media, website, pelatihan secara kontinyu dan intens.
Sebagai contoh materi sosialisasi atau pembekalan kepada masyarakat yang diberikan pemerintah, adalah bahan yang sifatnya sederhana, antara lain 'safety rules' dalam menghadapi bahaya tsunami:
Important Facts to Know about Tsunamis (dari Tsunami Research Center Hawaii)
.Tsunamis that strike coastal locations are most always caused by earthquakes. These earthquakes might occur far away or near where you live.
.Some tsunamis can be very large. In coastal areas their height can be as great as 30 feet or more (100 feet in extreme cases), and they can move inland several hundred feet.
.All low-lying coastal areas can be struck by tsunamis.
.A tsunami consists of a series of waves. Often the first wave may not be the largest. The danger from a tsunami can last for several hours after the arrival of the first wave.
.Tsunamis can move faster than a person can run.
.Sometimes a tsunami causes the water near the shore to recede, exposing the ocean floor.
.The force of some tsunamis is enormous. Large rocks weighing several tons along with boats and other debris can be moved inland hundreds of feet by tsunami wave activity. Homes and other buildings are destroyed. All this material and water move with great force and can kill or injure people.
.Tsunamis can occur at any time, day or night.
.Tsunamis can travel up rivers and streams that lead to the ocean.
Bagi anak TK, SD dan Sekolah Lanjutan setingkat SMP dan SMA, dibuat buku bimbingan yang praktis dan sistematis dalam menghadapi bahaya gempa, tsunami maupun ancaman tornado.
Sekarang kalau kita sudah tahu akar permasalahannya, mengapa banyak jatuh korban sia-sia hanya karena factor 'ketidak tahuan' saja. Fakta menunjukkan, setelah terjadi gempa dengan skala Richter pada angka 9.00 MMI, penduduk Kota Sabang malah gembira melihat air laut yang tiba-tiba menyusut drastis, dan mencari ikan mengglepar-glepar tanpa menyadari bahaya besar yang mengancamnya. Kalau saja peristiwa alam seperti itu terjadi di pantai sepanjang Lautan Pasifik, masyarakat seketika akan ingat pada tsunami 'safety rules' yang pernah diajarkan dan dibacanya. Mereka akan segera lari menuju ketempat yang lebih tinggi, naik keatas lantai 2 atau 3 atau naik kepohon-pohon tinggi yang ada.
Nah kalau begitu apa kita langsung menyalahkan otoritas pendidikan yang seharusnya memikirkan materi-materi semacam ini juga diberikan kepada anak-anak kita sejak dini? Atau kepada penggede-penggede kita di pusat da daerah yang terkait dengan penanganan Bencana Alam, yang paling senang menangani soal-soal "Pasca Bencana" (Emergency Response; dalam Relief, Recovery & Rehabilitation Actions), yang biayanya relatif besaaaaar. Bukannya menangani upaya pencegahan terhadap timbulnya korban besar di tahap "Pra Bencana" yang lebih kepada aktifitas yang berhubungan dengan upaya preventif yang biayanya relatif tidak besar, karena hanya menyangkut pelatihan dan sosialisasi.
Silahkan anda semua menilai sendiri, siapa yang perlu disalahkan kalau ada bencana terjadi, dan banyak korban sia-sia berjatuhan.
Mari kita introspeksi bersama, tidak ada salahnya kita melihat 'best practices' yang sudah diadopsi tetangga-tetangga kita, mahal memang biaya yang harus ditanggung kita untuk mereplikasikan 'lessons learned'...tapi tidak apa dari pada terlambat sama sekali.
Artikel ini adalah sepenuhnya dalam konteks pemikiran tentang pendidikan dasar di negeri ini, khususnya di titik-titik lemah yang perlu dibenahi dan disempurnakan, karena selama ini dirasakan masih jauh dari harapan kita semua. Didalam konteks pendidikan itulah, saya merasa dapat menyumbangkan sesuatu di bidang yang selama ini masih terabaikan. Khususnya entitas pendidikan yang berkaitan dengan pengetahuan praktis dalam hal pencegahan, atau setidak-tidaknya mengurangi jatuhnya korban yang sia-sia atau kerugian materi masyarakat, yang tidak terbilang lagi besarnya setiap kita menghadapi bencana alam. Sehingga posting dimaksud bukan berkehendak untuk melawan takdir, atau tidak juga dimaksudkan untuk menafikan apakah kita selama ini memang sudah melupakan ajaran agama dan moral yang kita junjung tinggi. Tapi setidak-tidaknya hanya ingin mengingatkan betapa pentingnya upaya 'memberdayakan masyarakat' dan 'mencerdaskan anak bangsa' dalam hal mengembangkan upaya bersama untuk mengurangi atau mereduksi dampak bencana alam bagi masyarakat di negeri tercinta ini.
Soal banyaknya korban turis mancanegara di Thailand dan Srilanka, memang 'barangkali' sudah pernah tahu tentang cara-cara menghadapi bahaya Angin Tornado dan Badai Salju yang sangat akrab terjadi di negerinya masing-masing, tapi belum tentu untuk bahaya Gempa dan Tsunami yang datang secara mendadak, karena 'lain lubuk lain ikannya'. Tapi bukan itu yang menjadi pokok masalahnya, tapi andaikata negara-negara disekeliling Lautan Hindia sudah punya lembaga 'tsunami early warning system' seperti yang dimiliki negara kawasan Pasifik yang bekerja 24 jam penuh dan berpusat di Hawaii dan dimonitor diseluruh negara di kawasan Pasifik. Maka dipastikan banyak korban tewas dapat dreduksi di Malaysia, Thailand, Srilanka, India, Maladewa, Somalia, Kenya, sebab gelombang tsunami yang dipicu oleh Pusat Gempa di Pantai Barat Aceh, merambat dari 30-60 menit (pantai di Asian Tenggara ) dan sampai 300 menit (pantai di Afrika), dan 10-15 menit di Pesisir Aceh setelah gempa besar terjadi. Sayangnya semua negara korban tsunami masih belum siap untuk mengantisipasinya dengan memadai, walaupun Pusat Riset Tsunami di Hawaii sudah mencatat terjadinya pergerakan gelombang laut di kawasan Asia Tenggara sesaat setelah terjadinya gempa besar di Indonesia. Sebab pada waktu itu adalah hari minggu ditambah belum ada badan nasional yang stand-by 24jam di negara seputar Lautan Hindia.
Tetapi dalam artikel ini, saya hanya ingin membatasi diri hanya pada wacana yang berkaitan dengan 'pendidikan'. Oleh sebab itu saya menghidarkan diri dari problematik early warning system dari segi aplikasi teknologi, tetapi lebih kepada aplikasi pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Dalam membicarakan Konteks pendidikan yang behubungan secara khusus dengan 'Inisiatif Global dalam Meminimalisasi Dampak Bencana'; maka hal semacam itu dapat dipelajari dan dikaji secara empiris dan akademis, sehingga dapat menghasilkan upaya perencanaan dan persiapan rinci dalam menghadapi ancaman bencana yang sewaktu-waktu dapat datang dihadapan kita. Berdasarkan fenomena seperti tersebut diatas, PBB telah mendeklarasikan dekade 1990-2000 sebagai Dekade Internasional untuk Mengurangi Akibat Bencana Alam, atau 'International Decade for Natural Disaster Reduction (IDNDR)', yang memfokuskan penajaman terhadap penderitaan umat manusia diseluruh dunia yang diakibatkan oleh Bencana Alam, dan sudah saatnya negara-negara di seluruh dunia dapat mengambil langkah-langkah untuk berusaha menguranginya.
Program PBB tersebut diatas kemudian ditindak lanjuti dalam kegiatan Mid-term Review dari IDNDR, yang diselenggarakan di Yokohama pada bulan Mei 1994. Pertemuan internasional tersebut dihadiri oleh wakil dari berbagai negara, LSM, masyarakat ilmiah, dunia usaha, kalangan industri dan media secara bersama berbagi pengalaman, melakukan penilaian permasalahan, serta berusaha melakukan perubahan stratejik. Pertemuan Yokohama telah menghasilkan suatu tonggak bersejarah dari banyak negara untuk secara proaktif melakukan upaya tindak lanjut yang sangat substansial dalam mengantisipasi masalah yang sangat signifikan didalam mengurangi dampak bencana terhadap masyarakat.
'The Yokohama Message' atau 'Pesan dari Yokohama', diantaranya adalah merefleksikan gambaran yang sebenarnya dari suatu tuntutan yang sangat mendasar dan nyata dari masyarakat, yang membutuhkan perlindungan dari pemerintah., karena ketidak keberdayaan mereka dalam menghadapi ancaman bencana alam yang dapat datang secara tiba-tiba dan bersifat merusak.
Beberapa diantara pesan-pesan dari pertemuan Yokohama, adalah :
.Mereka yang terkena bencana sebagian besar adalah masyarakat miskin dan dari kalangan yang mempunyai kedudukan sosial rendah di negara-negara sedang berkembang, dan sangat tidak berdaya dalam menghadapi situasi bencana yang begitu tiba-tiba dan sangat merusak.
.Pencegahan Bencana, Mitigasi dan Kesiapan Menghadapi Bencana adalah lebih baik daripada Tindakan Penanggulangan Bencana.
.Tindakan Penanggulangan Bencana sendiri adalah merupakan upaya bantuan yang membutuhkan biaya yang relatif sangat besar.
.Upaya pencegahan memberi kontribusi terbesar terhadap peningkatan keselamatan umat manusia.
Indonesia, yang keadaan alamnya dikelilingi oleh laut, gunung berapi, sungai-sungai besar serta patahan sesar dan pertemuan antara lempeng benua Asia dan Australia, sangat rawan terhadap terjadinya berbagai jenis bencana alam yang membahayakan jiwa penduduknya, baik dari segi ukuran maupun intensitasnya. Dengan jumlah penduduk yang tertinggi no 5 di dunia, Indonesia juga mempunyai tingkat resiko yang tergolong sangat rawan terhadap ancaman bencana alam, seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami, kekeringan dan kebakaran hutan. Sementara itu, disamping kerawanan bencana sangat berbeda dari suatu daerah dengan daerah lainnya, dengan kondisi yang remote, sebagai negara kepulauan mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi didalam upaya penyelamatan korban bencana dan rehabilitasi kerusakan yang terjadi.
Berbagai macam bencana alam yang bersifat merusak dan membahayakan kelangsungan hidup warga baik yang hidup dikota-kota besar, di desa-desa terpencil, dapat saja terjadi setiap saat tanpa dapat menghidarinya. Walaupun ancaman bencana alam tidak dapat di tolak dan di elak-kan oleh siapapun juga, tetapi setidaknya pemerintah dan masyarakat harus dapat menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya, melalui manajemen pengembangan sistim prakiraan bencana beserta penyebarluasan informasi peringatan dini kepada masyarakat (Early Warning Disaster Preparadness).
Pada wacana pemikiran diatas, sudah waktunya kita melakukan pembenahan-pembenahan dibidang pendidikan dasar dan pendidikan masyarakat, yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan upaya manusia untuk mulai memikirkan usaha untuk meminimalisir dampak-dampak yang sangat merugikan dari setiap event bencana alam yang terjadi disekitar kita.
Kiita tidak akan bisa menyalahkan 'Tsunami' si pembunuh berdarah dingin yang tidak pandang bulu dalam menentukan korbannya. Karena si Tsunami adalah bagian dari fenemona alam yang tidak mungkin dapat dihindari kedatangannya, diundur kemunculuannya dan diredakan kemarahannya oleh manusia biasa seperti kita ini.
Kalau kita tidak boleh menyalahkan si Tsunami sebagai pembuat ulah penyebab dari kematian dan kehilangan yang sangat besar dari sebagian keluarga kita, lalu siapa yang harus kita salahkan?. Siapa lagi kalau bukan sekelompok birokrat di pusat, di propinsi, di kabupaten, di kecamatan yang seharusnya dapat melindungi, mendidik, mengajari, membimbing seluruh anggauta masyarakat. Khususnya mereka yang hidup atau tinggal di sepanjang garis pantai di seluruh Indonesia.
Dalam wacana ilmu Disaster Preparedness atau Manajemen Bencana Alam, bagi Negara kita hidupnya dikelilingi oleh sejumlah ancaman bencana alam, mulai dari bahaya Letusan Gunung Api, Banjir, Kebakaran Hutan sampai kepada Gempa Bumi, yang dapat memicu timbulnya Tsunami. Sudah semestinya masyarakat kita dibekali dengan pengetahuan tentang bahaya-bahaya bencana alam tersebut diatas, mulai dari anak-anak bersekolah di TK, SD dan selanjutnya, bahkan seluruh anggauta masyarakat umum yang terkait, seperti keluarga nelayan dll.
Kita lantas patut kecewa berat, kalau kedatangan si pembunuh tsunami bisa dengan seenaknya mencabuti nyawa keluarga kita. Hanya karena mereka tidak tahu sama sekali kalau surutnya air laut dibibir pantai dengan cepat sebenarnya adalah ancaman dari datangnya bahaya gulungan tsunami yang sangat dahsyat. Petunjuk semacam ini, bisa ditemui dalam buku-buku anak sekolah dasar di beberapa Negara maju diseputar Samudra Pasifik. Bahkan masyarakat umum disana sudah mengenal betul karakteristik dari sejumlah ancaman Bencana yang rawan terjadi dilingkungan kehidupan mereka. Karena pemerintah sangat aktif memberi informasi Pra-Bencana melalui media, website, pelatihan secara kontinyu dan intens.
Sebagai contoh materi sosialisasi atau pembekalan kepada masyarakat yang diberikan pemerintah, adalah bahan yang sifatnya sederhana, antara lain 'safety rules' dalam menghadapi bahaya tsunami:
Important Facts to Know about Tsunamis (dari Tsunami Research Center Hawaii)
.Tsunamis that strike coastal locations are most always caused by earthquakes. These earthquakes might occur far away or near where you live.
.Some tsunamis can be very large. In coastal areas their height can be as great as 30 feet or more (100 feet in extreme cases), and they can move inland several hundred feet.
.All low-lying coastal areas can be struck by tsunamis.
.A tsunami consists of a series of waves. Often the first wave may not be the largest. The danger from a tsunami can last for several hours after the arrival of the first wave.
.Tsunamis can move faster than a person can run.
.Sometimes a tsunami causes the water near the shore to recede, exposing the ocean floor.
.The force of some tsunamis is enormous. Large rocks weighing several tons along with boats and other debris can be moved inland hundreds of feet by tsunami wave activity. Homes and other buildings are destroyed. All this material and water move with great force and can kill or injure people.
.Tsunamis can occur at any time, day or night.
.Tsunamis can travel up rivers and streams that lead to the ocean.
Bagi anak TK, SD dan Sekolah Lanjutan setingkat SMP dan SMA, dibuat buku bimbingan yang praktis dan sistematis dalam menghadapi bahaya gempa, tsunami maupun ancaman tornado.
Sekarang kalau kita sudah tahu akar permasalahannya, mengapa banyak jatuh korban sia-sia hanya karena factor 'ketidak tahuan' saja. Fakta menunjukkan, setelah terjadi gempa dengan skala Richter pada angka 9.00 MMI, penduduk Kota Sabang malah gembira melihat air laut yang tiba-tiba menyusut drastis, dan mencari ikan mengglepar-glepar tanpa menyadari bahaya besar yang mengancamnya. Kalau saja peristiwa alam seperti itu terjadi di pantai sepanjang Lautan Pasifik, masyarakat seketika akan ingat pada tsunami 'safety rules' yang pernah diajarkan dan dibacanya. Mereka akan segera lari menuju ketempat yang lebih tinggi, naik keatas lantai 2 atau 3 atau naik kepohon-pohon tinggi yang ada.
Nah kalau begitu apa kita langsung menyalahkan otoritas pendidikan yang seharusnya memikirkan materi-materi semacam ini juga diberikan kepada anak-anak kita sejak dini? Atau kepada penggede-penggede kita di pusat da daerah yang terkait dengan penanganan Bencana Alam, yang paling senang menangani soal-soal "Pasca Bencana" (Emergency Response; dalam Relief, Recovery & Rehabilitation Actions), yang biayanya relatif besaaaaar. Bukannya menangani upaya pencegahan terhadap timbulnya korban besar di tahap "Pra Bencana" yang lebih kepada aktifitas yang berhubungan dengan upaya preventif yang biayanya relatif tidak besar, karena hanya menyangkut pelatihan dan sosialisasi.
Silahkan anda semua menilai sendiri, siapa yang perlu disalahkan kalau ada bencana terjadi, dan banyak korban sia-sia berjatuhan.
Mari kita introspeksi bersama, tidak ada salahnya kita melihat 'best practices' yang sudah diadopsi tetangga-tetangga kita, mahal memang biaya yang harus ditanggung kita untuk mereplikasikan 'lessons learned'...tapi tidak apa dari pada terlambat sama sekali.
Artikel ini adalah sepenuhnya dalam konteks pemikiran tentang pendidikan dasar di negeri ini, khususnya di titik-titik lemah yang perlu dibenahi dan disempurnakan, karena selama ini dirasakan masih jauh dari harapan kita semua. Didalam konteks pendidikan itulah, saya merasa dapat menyumbangkan sesuatu di bidang yang selama ini masih terabaikan. Khususnya entitas pendidikan yang berkaitan dengan pengetahuan praktis dalam hal pencegahan, atau setidak-tidaknya mengurangi jatuhnya korban yang sia-sia atau kerugian materi masyarakat, yang tidak terbilang lagi besarnya setiap kita menghadapi bencana alam. Sehingga posting dimaksud bukan berkehendak untuk melawan takdir, atau tidak juga dimaksudkan untuk menafikan apakah kita selama ini memang sudah melupakan ajaran agama dan moral yang kita junjung tinggi. Tapi setidak-tidaknya hanya ingin mengingatkan betapa pentingnya upaya 'memberdayakan masyarakat' dan 'mencerdaskan anak bangsa' dalam hal mengembangkan upaya bersama untuk mengurangi atau mereduksi dampak bencana alam bagi masyarakat di negeri tercinta ini.
Soal banyaknya korban turis mancanegara di Thailand dan Srilanka, memang 'barangkali' sudah pernah tahu tentang cara-cara menghadapi bahaya Angin Tornado dan Badai Salju yang sangat akrab terjadi di negerinya masing-masing, tapi belum tentu untuk bahaya Gempa dan Tsunami yang datang secara mendadak, karena 'lain lubuk lain ikannya'. Tapi bukan itu yang menjadi pokok masalahnya, tapi andaikata negara-negara disekeliling Lautan Hindia sudah punya lembaga 'tsunami early warning system' seperti yang dimiliki negara kawasan Pasifik yang bekerja 24 jam penuh dan berpusat di Hawaii dan dimonitor diseluruh negara di kawasan Pasifik. Maka dipastikan banyak korban tewas dapat dreduksi di Malaysia, Thailand, Srilanka, India, Maladewa, Somalia, Kenya, sebab gelombang tsunami yang dipicu oleh Pusat Gempa di Pantai Barat Aceh, merambat dari 30-60 menit (pantai di Asian Tenggara ) dan sampai 300 menit (pantai di Afrika), dan 10-15 menit di Pesisir Aceh setelah gempa besar terjadi. Sayangnya semua negara korban tsunami masih belum siap untuk mengantisipasinya dengan memadai, walaupun Pusat Riset Tsunami di Hawaii sudah mencatat terjadinya pergerakan gelombang laut di kawasan Asia Tenggara sesaat setelah terjadinya gempa besar di Indonesia. Sebab pada waktu itu adalah hari minggu ditambah belum ada badan nasional yang stand-by 24jam di negara seputar Lautan Hindia.
Tetapi dalam artikel ini, saya hanya ingin membatasi diri hanya pada wacana yang berkaitan dengan 'pendidikan'. Oleh sebab itu saya menghidarkan diri dari problematik early warning system dari segi aplikasi teknologi, tetapi lebih kepada aplikasi pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Dalam membicarakan Konteks pendidikan yang behubungan secara khusus dengan 'Inisiatif Global dalam Meminimalisasi Dampak Bencana'; maka hal semacam itu dapat dipelajari dan dikaji secara empiris dan akademis, sehingga dapat menghasilkan upaya perencanaan dan persiapan rinci dalam menghadapi ancaman bencana yang sewaktu-waktu dapat datang dihadapan kita. Berdasarkan fenomena seperti tersebut diatas, PBB telah mendeklarasikan dekade 1990-2000 sebagai Dekade Internasional untuk Mengurangi Akibat Bencana Alam, atau 'International Decade for Natural Disaster Reduction (IDNDR)', yang memfokuskan penajaman terhadap penderitaan umat manusia diseluruh dunia yang diakibatkan oleh Bencana Alam, dan sudah saatnya negara-negara di seluruh dunia dapat mengambil langkah-langkah untuk berusaha menguranginya.
Program PBB tersebut diatas kemudian ditindak lanjuti dalam kegiatan Mid-term Review dari IDNDR, yang diselenggarakan di Yokohama pada bulan Mei 1994. Pertemuan internasional tersebut dihadiri oleh wakil dari berbagai negara, LSM, masyarakat ilmiah, dunia usaha, kalangan industri dan media secara bersama berbagi pengalaman, melakukan penilaian permasalahan, serta berusaha melakukan perubahan stratejik. Pertemuan Yokohama telah menghasilkan suatu tonggak bersejarah dari banyak negara untuk secara proaktif melakukan upaya tindak lanjut yang sangat substansial dalam mengantisipasi masalah yang sangat signifikan didalam mengurangi dampak bencana terhadap masyarakat.
'The Yokohama Message' atau 'Pesan dari Yokohama', diantaranya adalah merefleksikan gambaran yang sebenarnya dari suatu tuntutan yang sangat mendasar dan nyata dari masyarakat, yang membutuhkan perlindungan dari pemerintah., karena ketidak keberdayaan mereka dalam menghadapi ancaman bencana alam yang dapat datang secara tiba-tiba dan bersifat merusak.
Beberapa diantara pesan-pesan dari pertemuan Yokohama, adalah :
.Mereka yang terkena bencana sebagian besar adalah masyarakat miskin dan dari kalangan yang mempunyai kedudukan sosial rendah di negara-negara sedang berkembang, dan sangat tidak berdaya dalam menghadapi situasi bencana yang begitu tiba-tiba dan sangat merusak.
.Pencegahan Bencana, Mitigasi dan Kesiapan Menghadapi Bencana adalah lebih baik daripada Tindakan Penanggulangan Bencana.
.Tindakan Penanggulangan Bencana sendiri adalah merupakan upaya bantuan yang membutuhkan biaya yang relatif sangat besar.
.Upaya pencegahan memberi kontribusi terbesar terhadap peningkatan keselamatan umat manusia.
Indonesia, yang keadaan alamnya dikelilingi oleh laut, gunung berapi, sungai-sungai besar serta patahan sesar dan pertemuan antara lempeng benua Asia dan Australia, sangat rawan terhadap terjadinya berbagai jenis bencana alam yang membahayakan jiwa penduduknya, baik dari segi ukuran maupun intensitasnya. Dengan jumlah penduduk yang tertinggi no 5 di dunia, Indonesia juga mempunyai tingkat resiko yang tergolong sangat rawan terhadap ancaman bencana alam, seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami, kekeringan dan kebakaran hutan. Sementara itu, disamping kerawanan bencana sangat berbeda dari suatu daerah dengan daerah lainnya, dengan kondisi yang remote, sebagai negara kepulauan mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi didalam upaya penyelamatan korban bencana dan rehabilitasi kerusakan yang terjadi.
Berbagai macam bencana alam yang bersifat merusak dan membahayakan kelangsungan hidup warga baik yang hidup dikota-kota besar, di desa-desa terpencil, dapat saja terjadi setiap saat tanpa dapat menghidarinya. Walaupun ancaman bencana alam tidak dapat di tolak dan di elak-kan oleh siapapun juga, tetapi setidaknya pemerintah dan masyarakat harus dapat menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya, melalui manajemen pengembangan sistim prakiraan bencana beserta penyebarluasan informasi peringatan dini kepada masyarakat (Early Warning Disaster Preparadness).
Pada wacana pemikiran diatas, sudah waktunya kita melakukan pembenahan-pembenahan dibidang pendidikan dasar dan pendidikan masyarakat, yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan upaya manusia untuk mulai memikirkan usaha untuk meminimalisir dampak-dampak yang sangat merugikan dari setiap event bencana alam yang terjadi disekitar kita.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)